Solusi Sistemik untuk Narkoba

March 27, 2018

Indonesia Darurat Narkoba

Diamankannya penyelundupan narkoba yang mencapai 1,6 ton beberapa waktu lalu seakan mencoba membuka mata untuk mengingat kembali ancaman barang berbahaya ini. Terlebih diikuti dengan penangkapan sederet artis yang terlibat penyalahgunaan narkoba hanya dalam kurun waktu satu pekan. Narkoba sejatinya masih menjadi momok perusak generasi bangsa.

Beberapa upaya untuk mengatasi narkoba telah dilakukan. Salah satunya melalui pembentukan Badan Narkotika Nasional (BNN) berdasarkan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Adanya BNN diharapkan mampu membebaskan segera bangsa ini dari jeratan narkoba. Program-program kerja pun telah digulirkan oleh BNN yaitu mulai dari pencegahan hingga pemberantasan kasus yang telah terjadi. Diperoleh juga dari laporan BNN, hingga tahun 2017 sebanyak 58.365 orang ditangkap dan dijadikan tersangka dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Sejumlah 79 diantaranya ditembak hingga tewas karena melakukan perlawanan. Meskipun demikian, kasus penyalahgunaan narkoba masih terus terjadi dan malah menjadi-jadi.

Keberadaan narkoba sebagai suatu gejala sosial perlu dilihat sebagai suatu masalah sistemik. Sebagaimana diungkapkan Talcott Parsons yang menyatakan bahwa untuk dapat memahami suatu gejala sosial (seperti juga penyalahgunaan narkoba), harus diperhatikan sistem yang memfasilitasi timbulnya gejala yang bersangkutan. Sehingga menjadi penting untuk menganalisis sistem apa yang saat ini bercokol Indonesia demi membasmi narkoba hingga ke akar-akarnya.


Kapitalisme Menjerat Bangsa
Kapitalisme sebagai pandangan hidup menempatkan pemikiran-pemikiran seperti hedonisme, liberalisme, sekulerisme, dan asas manfaat sebagai dasar melakukan aktivitas. Realitas membuktikan bahwa masyarakat saat ini telah teracuni pemikiran-pemikiran tersebut.

Hedonisme sendiri sebagai asas dari gaya hidup hedon menempatkan kesenangan jasmani sebagai standar kebahagiaan dan berusaha menghindari perasaan-perasaan menyakitkan. Efek narkoba yang mampu membuat penggunanya sesaat melupakan masalah-masalah kehidupan menjadikan narkoba ditempatkan menjadi sesuatu yang patut dicoba. Disampaikan oleh Prof. Nurul Ilmi Idrus hingga tahun 2016, diperkirakan pengguna narkoba yang sekedar coba-coba atau experimental users di Indonesia jumlahnya mencapai 1,2 juta orang.

Kebebasan individu seluas-seluasnya yang diusung liberalisme juga menjadi faktor masih mengakarnya kasus penyalahgunaan narkoba. Dalam pandangan liberalisme, setiap individu bebas untuk mencapai kebahagiaan dengan standar mereka. Meskipun cara-cara yang dilakukan tidak sesuai dengan ajaran agama. Akhirnya, tempat-tempat hiburan malam pun yang erat dengan peredaran narkoba tetap bebas beroperasi. Padahal, sebagaimana disampaikan oleh BNN pada awal tahun 2018,  mengungkapkan bahwa saat ini ada 36 tempat hiburan di DKI Jakarta terbukti melakukan praktik peredaran gelap narkotika.

Bingkai hidup sekulerisme semakin memperparah keadaan. Sistem kehidupan masyarakat yang lepas dari aturan agama menjadikan hedonisme dan liberalisme mewarnai gaya hidup masyarakat. Hal ini diperparah dengan nyawa kapitalisme yang berdasar pada asas manfaat. Standar perilaku bukan lagi halal haram atau pahala dosa, akan tetapi apakah aktivitas yang dilakukan mendatangkan manfaat bagi diri atau tidak. Manfaat pun lebih dinilai dari segi materi, baik diperolehnya kepuasan fisik maupun banyak sedikitnya keuntungan.

Bisnis narkoba di Indonesia sendiri merupakan bisnis yang menggiurkan. Irjen Pol Heru Winarko mengungkapkan bahwa harga narkoba di Indonesia bisa melambung sangat tinggi jika dibandingkan harga narkoba di Cina dan Iran. Di Cina harga per gram setara Rp 20 ribu, di Iran Rp 50 ribu, tetapi di Indonesia bisa mencapai Rp 1,5 juta. Sehingga tidak mengherankan jika Indonesia dijadikan sebagai target pasar terbesar oleh sindikat pengedar narkoba internasional karena keuntungan besar yang diperoleh. Selain itu banyak pula masyarakat yang ikut menjadi sindikat pengedar narkoba karena keinginan mendapatkan keuntungan secara cepat dan instan. Asas manfaat menjadikan status halal haram dari barang yang diperjualbelikan tidak lagi dihiraukan.

Solusi Sistemik Islam
Islam sebagai agama paripurna dan sempurna memberikan solusi fundamental untuk  memecahkan permasalahan hidup. Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nahl 89 yang berbunyi, “…Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan semua ilmu dan segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam urusan dunia, agama, penghidupan, dan akhiratnya. Maka sesungguhnya jika masalah narkoba ini ingin terselesaikan hingga ke akar masalah, maka solusi tersebut dikembalikan kembali kepada Al Khaliq, Allah swt sebagai pencipta manusia. Merujuk kembali pada Al Qur’an dan As Sunnah dalam mengatur kehidupan manusia.

Sesungguhnya Islam sendiri sebagai agama yang penuh rahmat akan memberikan penjagaan terhadap lima kebutuhan penting manusia (dharariyatul khams). Penjagaan tersebut meliputi penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Islam dengan pelaksanaan syariatnya akan memastikan kelima penjagaan tersebut terwujud. Sedangkan, narkoba dengan segala bahayanya jelas akan merusak penjagaan. Narkoba sendiri dalam pandangan Islam adalah barang haram. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204). Keharaman narkoba menjadikannya zat yang harus dijauhi oleh muslim.

Islam memberikan solusi fundamental untuk mencegah dan memberantas segala bentuk penyalahgunaan narkoba. Akan tetapi pencegahan dan pemberantasan narkoba yang diberikan Islam memerlukan sinergitas dari tiga pihak yaitu individu, masyarakat, dan negara. Pertama, perlu dibangun ketakwaan individu dengan landasan akidah yang kokoh. Ketika individu memiliki ketakwaan yang dilandasi akidah, maka self control akan otomatis muncul. Tidak ada lagi keinginan menggunakan narkoba atas dasar coba-coba. Hal itu dikarenakan individu yang memiliki keimanan kokoh merasa idrinya selalu diawasi oleh Allah. Standar kehidupannya pun diukur dari halal haram perbuatan, bukan lagi asas manfaat. Tidak ada lagi asas kebebasan seluas-luasnya karena dirinya sadar bahwa ada aturan pencipta yang membingkai kehidupannya.

Kedua, adanya kontrol masyarakat. Aktivitas amar ma’ruf nahi munkar haruslah menjadi bagian dari masyarakat. Ketika muncul hal-hal yang menyimpang dari Islam di tengah kehidupan bermasyarakat, maka masyarakat berperan untuk mengontrol hal tersebut. Sikap acuh dan indivualis harus ditinggalkan. Termasuk jika diindikasi terjadi aktivitas mencurigakan seperti pesta narkoba di tengah masyarakat, maka masyarakat harus berani bergerak melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

Ketiga, dukungan negara dengan penerapan syariah Islam di semua sistem. Terberantasnya narkoba hingga ke akar-akarnya harus didukung stabilitas dari sistem-sistem lain yang dapat mencegah penyalahgunaan narkoba maupun yang dapat  menindak tegas penyalahgunaan narkoba yang telah terjadi. Dukungan tersebut dapat diwujudkan melalui aturan maupun kebijakan-kebijakannya, seperti membina ketakwaan individu melalui penerapan kurikulum yang bertujuan membentuk pribadi muslim sejati melalui sistem pendidikan.

Menjamin kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) dan kebutuhan dasar (kesehatan, keamanan, pendidikan) melalui penerapan sistem ekonomi sehingga alasan ekonomi tidak dapat menjadi dalih untuk melakukan jual beli narkoba.

Berikutnya yaitu mengkaji hubungan luar negeri dengan negara-negara yang terbukti membawa mudharat dan bahaya melalui sistem politik luar negeri. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Indonesia menjadi target pasar perdagangan narkoba internasional. Salah satu bukti yaitu ditangkapnya pemasok 1,6 ton narkoba yang memiliki kewarganegaraan Taiwan. Sehingga hubungan luar negeri dengan negara yang terbukti memasok barang haram tersebut perlu untuk dikaji kembali.

Pemberian sanksi tegas terhadap produsen, pengedar, maupun pemakai narkoba melalui sistem peradilan juga perlu dilakukan. Dalam Islam, penyalahgunaan narkoba termasuk jarimah (tindak kriminal) dimana produsen, pengedar, dan pelaku akan dikenai sanksi sesuai keputusan Qodi atau hakim. Hukuman yang diberikan harus memiliki efek jera, bahkan hukuman mati pun dapat diberikan. Tidak ada toleransi terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba yang terbukti secara jelas mengedarkan dan memproduksinya.

Sinergitas antara individu, masyarakat, dan negara dalam mencegah dan memberantas narkoba sesuai solusi Islam membutuhkan suatu sistem yang menaungi. Sistem tersebut hanyalah sistem Islam. Sebagai pandangan hidup atau mabda, ajaran Islam terdiri dari akidah dan seperangkat aturan untuk memecahkan problematika manusia. Akidah di sini berkaitan dengan rukun iman. Sedangkan seperangkat aturan tersebut yaitu syariah yang bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah. Berbeda dengan kapitalisme yang sumber aturannya berasal dari akal manusia.

Sistem Islam sendiri sangat berbeda dengan sistem kapitalisme. Selain perbedaan dari sumber aturan, tujuan dari kedua sistem ini pun juga berbeda. Jika sistem kapitalisme memandang tujuan dari aktivitas manusia karena asas manfaat, maka Islam memandang tujuan tertinggi dari aktivitas manusia adalah meraih ridho Allah. Konsep-konsep pemikiran kapitalisme seperti hedonisme, liberlaisme, dan sekulerisme juga sangat bertentangan dengan konsep pemikiran Islam. Karena Islam memandang manusia sebagai makhluk Allah yang setiap perbuatannya harus terikat dengan aturan Allah.

Rusaknya sistem kapitalisme yang mencengkeram bangsa saat ini harus segera digantikan dengan sistem shahih dari Sang Pencipta. Sistem Islam yang memiliki kesempurnaan aturan dapat terlaksana jika thariqah atau metode untuk menerapkan sistem tersebut diterapkan. Khilafah adalah thariqah shahih yang telah dicontohkan Rasulullah untuk menerapkan sistem Islam. Menurut terminologi syar’i, khilafah memiliki pengertian sebagai kepemimpinan umum yang menjadi hak seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Keberadaan khilafah menjadi kebutuhan untuk terterapkannya sistem Islam.

Jika telah diketahui bahwa saat ini sistem Islam belum terterapkan dalam kehidupan kaum muslim, maka menjadi suatu keharusan bagi kaum muslim saat ini untuk mengambil peran mereka. Pertama, mengkaji Islam kaffah. Kedua, memahami ilmu-ilmu Islam. Kemudian, mendakwahkan kepada masyarakat sehingga terbangun kesadaran umum.

You Might Also Like

0 comments