Di balik Arah Kabinet Baru 2019-2024

November 18, 2019

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah mengumumkan susunan kabinet mereka untuk pemerintahan periode 2019-2024. Kabinet periode kedua ini berisi 34 menteri dan 4 jabatan setingkat menteri, yang terdiri atas 16 orang berlatar partai politik (parpol) dan 18 orang berlatar non-parpol. Terdapat pula enam menteri yang berlatar belakang militer dalam kabinet ini. Pada periode sebelumnya, Jokowi juga mempunyai 34 menteri, dengan 15 menteri dari parpol dan 19 berlatar non-parpol. Dengan memberikan jabatan kepada partai pendukung, dan, secara mengejutkan, pada lawan politiknya Prabowo Subianto dari Partai Gerindra, Jokowi tampaknya hendak mengonsolidasikan kekuatan politik dalam periode pemerintahan kedua ini [1].
Hal tersebut dipaparkan pula oleh Muhammad Ryan Sanjaya - Pengajar bidang ekonomi dan bisnis di Universitas Gajah Mada yang menyebutkan bahwa komposisi kabinet baru Jokowi memiliki kekuatan politik besar. Koalisi Indonesia Kerja di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini memegang 61% suara (belum ditambah Gerindra). Artinya ada dukungan politik yang kuat baik di kabinet maupun di DPR. Ditambahkan pula oleh Juwita Hayyuning Prastiwi - Pengajar ilmu politik di Universitas Brawijaya bahwa konsolidasi tokoh elite baik pejabat di legislatif maupun eksekutif dalam pemerintahan Jokowi sangat tinggi. Mereka telah bersatu dalam gerbong yang sama. Dengan bergabungnya Gerindra, maka komposisi dukungan kursi legislatif untuk pemerintahan Jokowi adalah sebanyak 427 kursi dari total 575 kursi. Berdasarkan jumlah ini, kebijakan-kebijakan yang akan dihasilkan bisa jadi tidak mendapatkan masukan dan kritik yang memadai dari internal parlemen [1].
Selain itu, berbeda dengan periode pertama yang disebut Kabinet Kerja, pada kabinet terbaru Jokowi yang bernama Kabinet Indonesia Maju ini tercatat ada sejumlah kementerian dengan nomenklatur baru. Salah satu kementerian dengan nomenklatur baru, yaitu ada di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin oleh Luhut Binsar Panjaitan. Sebelumnya, kementerian yang dipimpin Luhut hanya bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman. Dengan adanya nomenklatur baru, kementerian tersebut juga akan bertugas mengkoordinasikan berbagai hal yang berkaitan dengan investasi [2].
Peningkatan investasi memang menjadi salah satu target Jokowi dalam lima tahun ke depan. Luhut dan jajarannya kerap membuka peluang investasi dari berbagai negara, termasuk mengkaji berbagai potensi investasi China di Indonesia dalam Program Jalur Sutera Modern atau Belt and Road Initiative. Menurut ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, keputusan tersebut mengisyaratkan fokus investasi ke depan akan lebih diarahkan untuk menopang sektor maritime [3].
Nomenklatur baru dalam Kabinet Indonesia Maju juga terlihat pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang dipimpin oleh Wishnutama Kusubandio. Kementerian ini merupakan peleburan dari Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang ada pada kabinet periode 2014-2019. Target dari kementrian baru ini yaitu Meningkatkan devisa, meningkatkan jumlah wisatawan, dan meningkatkan kualitas per wisatawan. Setelah dilantik, Wishnutama menyampaikan bergabungnya Ekonomi Kreatif ke Kementerian Pariwisata dinilai membuat pariwisata akan jauh lebih menarik karena ditopang kreativitas yang dimiliki Indonesia. Tak hanya fokus pada promosi dan pembangunan infrastruktur, Wishnutama berpendapat, Indonesia bisa menarik lebih banyak wisatawan dengan menyelenggarakan acara (event) [4].
Lebih lanjut, nomenklatur baru juga terlihat pada jabatan yang diemban Bambang Brodjonegoro. Bambang ditunjuk Jokowi sebagai Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional. Jabatan tersebut terhitung baru karena adanya Badan Riset dan Inovasi Nasional yang sebagaimana sebelumnya menjadi janji kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin ketika Pilpres 2019. Selain itu, kementerian yang dipegang Bambang tak lagi mengurusi Pendidikan Tinggi sebagaimana pada periode 2014-2019. [2]
Sedangkan Pendidikan tinggi di bawah kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang dipimpin Nadiem Makarim. Menurut Rektor Universitas Lampung Prof Dr Ir Hasriadi Mat Akin, kembalinya Ditjen Pendidikan Tinggi dari Kementerian Ristek ke Kemendikbud adalah kebijakan tepat yang diambil oleh pemerintah. Hal tersebut dianggap meniadakan tumpang tindih dana riset dan mengoptimalkan kinerja Lembaga tersebut. Meskipun dikti dan ristek dipisah bukan berarti di perguruan tinggi tidak ada penelitian lagi, akan tetapi tugas penelitian akan lebih dikencangkan, sebab motor penggerak dari riset yang dilakukan ada di institusi tersebut. Hasriadi juga menambahkan bahwa pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi tidak boleh terputus sehingga menyebabkan birokasi yang tidak selesai. Ia mengatakan, bahwa adanya perubahan birokasi ini tentunya sudah sesuai evaluasi di mana sebelumnya tidak terjadi keseimbangan antara anggaran yang dikeluarkan pemerintah dengan hasil riset yang dihasilkan [5].
Meskipun telah dilantik, akan tetapi sederet nama menteri mengundang kontroversi dari publik. Salah satu yang dianggap publik sebagai sosok kontroversial adalah Fachrul Razi, yang dipilih Jokowi sebagai Menteri Agama. Fachrul Razi dianggap kontroversi, lantaran background-nya yang berasal dari militer dan tidak memiliki riwayat tergabung dalam basis keagamaan. Ketua PBNU Robikin Emhas juga mengatakan pihaknya menerima protes dari banyak kiai. Namun Jokowi memiliki alasan tersendiri untuk memilihnya. Menurut Jokowi, Fachrul memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah radikalisme
Sosok-sosok lain yang juga mengundang kontroversi dari publik yaitu Menteri Kesehatan, Terawan dan Mendagri, Tito Karnavian. Kedua soosk tersebut menjadi kontroversial karena memiliki jejak kasus hukum seperti Terawan yang pernah diberi sanksi pelanggaran etik kedokteran dan Tito Karnavian diduga terlibat dalam kasus dokumen buku merah terkait dugaan korupsi [6]. Jaksa Agung, ST Burhanuddin pun menjadi kontroversi lantaran merupakan adik dari politisi PDI-P TB Hasanuddin sehingga dianggap ada alasan kepentingan politik tertentu sehubungan dengan pengangkatannya. UU KPK yang tercipta pada akhir periode Jokowi-JK juga menyeret sosok Menkumham, Yasonna Laoly sebagai Menteri kontroversial. Akan  tetapi, Jokowi menyebut, penugasan kembali Yasonna salah satu alasannya untuk memperbaiki RUU yang dianggap bermasalah [7].
Sebagaimana slogan dari kabinet yang baru yang diharapkan mampu memajukan Indonesia,  sederet persoalan yang belum tuntas dan tertunaikan dibebankan pada sosok-sosok baru tersebut. Sebagai contoh utang BPJS Kesehatan yang terus menunggak dan kenaikan premi yang menuai protes. Berikutnya persoalan hukum, HAM, dan KPK yang berada di ujung tanduk. Ada pula kasus karhutla, impor pangan, disintegrasi, keamanan, dan berbagai masalah lainnya.  Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa wujud politik oligarki antara penguasa, politisi parpol, dan pengusaha di negeri ini sangat terasa pada pemilihan Menteri yang mengisi kabinet. Isu radikalisme semakin digencarkan tanpa menyentuh akar masalah sebenarnya. Sedangkan tumpuan ekonomi masih pada mengundang investasi asing.
Padahal yang sesungguhnya dibutuhkan oleh Indonesia saat ini yaitu kebijakan kementrian yang berpihak pada rakyat; berani melawan dominasi kapitalis Timur dan Barat; menolak segala bentuk liberalisasi ekonomi yang membuat negeri ini seperti ayam mati di lumbung padi.  Sejatinya, keberanian melawan ideologi kapitalismelah yang dibutuhkan negeri ini. Bukan hanya mereformasi birokrasi, tapi juga merevolusi sistem yang melingkupi. Meski menteri diganti jika sistemnya sama, tak banyak perubahan. Bila sistem pemerintahannya tetap demokrasi, birokrasi tak akan bersih dari korupsi. Sebab demokrasi sendiri membuka celah korupsi. Bila sistem ekonominya masih kapitalis liberal, Indonesia maju hanya akan menjadi harapan semu. Penguasa kekayaan alam dan ekonomi tetap menjadi milik kapitalis. Yang bermodal yang menguasai hajat kehidupan.
Itulah prinsip kapitalis liberal. Bila sistem sosial masyarakatnya masih menganut paham sekularisme, generasi unggul dan berkualitas hanya berhenti di atas kertas. Bagaimana mungkin lahir generasi mulia dan beradab, sementara agama dijauhkan dari kehidupan manusia?
Wajah Indonesia sepertinya tak jauh beda dari sebelumnya. Bahkan bisa jadi lebih parah dari sebelumnya. Pemilihan menteri dan wakil menteri tak lebih sekadar berbagi kepentingan dan kue kekuasaan sebagai konsekuensi transaksi politik atas pemenangan pilpres 2019. Tak ada politik gratisan. Semua harus berbalas imbalan [8].
Islam tidaklah melarang siapa pun yang ingin berkuasa. Islam pun memandang wajar terjadinya pergolakan yang menyertai proses-proses politik ke arah sana. Akan tetapi yang menjadi masalah yaitu bagaimana cara kekuasaan itu didapat dan kerangka dalam meraih kekuasaan tersebut. Dalam Islam, banyak kita temukan aturan-aturan yang jelas tentang pemimpin dan kepemimpinan, terutama dalam hadis-hadis Rasulullah ﷺ. Banyaknya pembicaraan tentang pemimpin ini menjelaskan bahwa Islam juga mengatur masalah politik dan pemerintahan, bukan sekedar masalah aqidah, ibadah, dan akhlak saja [9].
Jadi apakah Sistem Pemerintahan Islam? sistem pemerintahan ini memiliki struktur dan aparat pemerintahan yang jelas di mana Khalifah (penguasa) dipilih untuk mewakili rakyat dalam mengurus urusan mereka oleh Syariah Islam. Sistem politik Islam memiliki sejumlah prinsip utama; dua yang mendasar adalah legislasi ini berasal dari sumber ilahi yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, Ijma para sahabat (konsensus dari para sahabat Nabi) dan Qiyas (analogi).
Struktur pemerintahan Islam mengamanatkan bahwa negara akan memiliki konstitusi tertulis yang mengatur masyarakat dan oleh karena itu memungkinkan individu dan partai politik untuk beroperasi dalam konstruksi konstitusional tersebut. Tentu saja konstitusi Islam akan berbeda dengan konstitusi yang mendorong kapitalisme pasar bebas dan liberalisme sosial. Namun, konstitusi itu, baik tertulis maupun tersirat, dalam negara demokratis juga membatasi individu dan partai untuk memastikan bahwa setiap orang beroperasi dalam aturan dan sistem politik yang sama. Sistem Islam dalam pengertian ini tidak berbeda.
Di dalam sistem politik Islam, para pemimpin diminta pertanggung jawabannya dan keputusan mereka tidak hanya didorong – tapi itu wajib!
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Terjemahan QS Al-Imran: 104)
– artinya pada setiap saat, harus ada kelompok-kelompok dalam umat yang meminta pertanggung jawaban para penguasa. Kita juga tahu bahwa sejarah Islam memiliki catatan panjang tentang pertanggung jawaban para penguasa, perdebatan, dan diskusi.
Seorang Arab Badui memasuki markas Sulaiman Bin Abdul Maailk dan berkata: ‘Hai Amirul Mukminin, saya akan berbicara kepada Anda dengan suatu cara maka bersabarlah, bahkan jika Anda tidak menyukainya, karena di balik itu ada sesuatu yang Anda akan suka jika Anda menerimanya ‘. Sulaiman Bin Abdul Maalik berkata: ‘Bicaralah’. Lalu orang Badui itu berkata:
‘Wahai Pemimpin orang-orang beriman, Anda telah dikelilingi oleh orang-orang yang telah membeli Dunia dengan mengorbankan akhirat dan telah membeli kesenangan Anda dengan mengorbankan kemarahan Rabb mereka, mereka lebih takut kepada Anda dari pada kepada Allah SWT, mereka telah menghancurkan akhirat dan membangun Dunia dan mereka memerangi akhirat dan berdamai dengan Dunia. Jadi jangan mempercayakan mereka dengan apa yang Allah SWT telah percayakan kepada Anda karena mereka tidak akan meninggalkan kepercayaan kecuali kerugian dan tidak akan menyelamatkan umat yang tenggelam. Ini karena Anda bertanggung jawab atas kejahatan yang mereka lakukan sementara mereka tidak bertanggung jawab atas kejahatan Anda. Jadi jangan membuat Dunia dengan menghancurkan Akhirat Anda karena orang yang paling tidak adil adalah orang yang menjual Akhiratnya untuk Dunia orang lain.
Sulaymaan berkata: ‘Sementara untuk Anda, maka Anda telah membiarkan lidah Anda bebas berkata dan lebih tajam dari pedang’. Dia menjawab: “Ya, Amirul Mukminin, tetapi buat Anda dan bukan untuk melawan Anda”. Sulaymaan lalu bertanya: ‘Apakah Anda memiliki sesuatu yang Anda inginkan untuk diri Anda sendiri dalam masalah ini?’ Dia menjawab: ‘Selain manfaat umum untuk semua orang saya tidak memiliki hal khusus yang saya inginkan untuk diri saya sendiri’. Dia lalu berdiri dan pergi.
Sulaymaan kemudian berkata: ‘Kepada Allah SWT semua kemuliaan untuk orang-orang seperti ini. Betapa mulia asalnya dan betapa murni hatinya, betapa tajam lidahnya dan betapa murni niatnya dan betapa hebatnya ruhnya !! ”

Para pemimpin politik harus mewakili kepentingan semua orang bukan hanya segelintir elit. Percampuran uang dan politik Barat telah menyebabkan masalah besar yang menyebabkan korupsi, degenerasi nilai-nilai masyarakat dan ketidakstabilan dalam perdamaian global dan keamanan saat sumber daya dunia terus-menerus diperebutkan [10].

Daftar Pustaka
[1]
J. Adiprasetio, J. H. Prastiwi and M. R. Sanjaya, "The Conversation," 23 Oktober 2019. [Online]. Available: http://theconversation.com/analisis-kabinet-indonesia-maju-jokowi-utamakan-stabilitas-politik-di-atas-segalanya-125716. [Accessed 26 Oktober 2019].
[2]
D. J. B. Bayu, "Katadata.co.id," 23 Oktober 2019. [Online]. Available: https://katadata.co.id/berita/2019/10/23/tiga-kementerian-baru-dalam-kabinet-jokowi-periode-kedua. [Accessed 26 Oktober 2019].
[3]
S. Primadhyta, "CNN Indonesia," 24 Oktober 2019. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191024073517-532-442399/membaca-maksud-jokowi-jadikan-luhut-komandan-investasi. [Accessed 27 Oktober 2019].
[4]
N. Laoli , "Kontan.co.id," 23 Oktober 2019. [Online]. Available: https://nasional.kontan.co.id/news/jabat-menteri-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif-ini-target-wishnutama. [Accessed 27 Oktober 2019].
[5]
Team Medcom.id, "Medcom.id," 24 Oktober 2019. [Online]. Available: https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/1bVy5DGN-pendidikan-tinggi-kembali-ke-kemendikbud-dinilai-tepat. [Accessed 27 Oktober 2019].
[6]
F. Nathaniel, "tirto.id," 24 Oktober 2019. [Online]. Available: https://tirto.id/kontroversi-tiga-menteri-baru-jokowi-terawan-tito-zainudin-ekir. [Accessed 27 Oktober 2019].
[7]
N. R. Aida, "Kontan.id," 25 Oktober 2019. [Online]. Available: https://nasional.kontan.co.id/news/inilah-7-menteri-baru-jokowi-mengundang-kontroversi-publik?page=all. [Accessed 27 Oktober 2019].
[8]
C. Jannah, "Muslimahnews," 26 Oktober 2019. [Online]. Available: https://www.muslimahnews.com/2019/10/26/kabinet-baru-indonesia-maju/. [Accessed 2019 Oktober 2019].
[9]
Z. Ghazali , "Muslimah News ID," 27 Oktober 2019. [Online]. Available: https://www.facebook.com/812692572241893/posts/1338763129634832/?substory_index=0. [Accessed 28 Oktober 2019].
[10]
A. K. Alhijazi, "Media Umat," 3 April 2018. [Online]. Available: https://mediaumat.news/bagaimana-islam-memastikan-tata-kelola-negara-yang-baik/. [Accessed 28 Oktober 2019].


You Might Also Like

0 comments