Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan
Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah mengumumkan susunan
kabinet mereka untuk pemerintahan periode 2019-2024. Kabinet periode
kedua ini berisi 34 menteri dan 4 jabatan setingkat menteri, yang terdiri atas
16 orang berlatar partai politik (parpol) dan 18 orang berlatar non-parpol.
Terdapat pula enam menteri yang berlatar belakang militer dalam kabinet ini. Pada
periode sebelumnya, Jokowi juga mempunyai 34 menteri, dengan 15 menteri dari
parpol dan 19 berlatar non-parpol. Dengan memberikan jabatan kepada partai
pendukung, dan, secara mengejutkan, pada lawan politiknya Prabowo Subianto dari
Partai Gerindra, Jokowi tampaknya hendak mengonsolidasikan kekuatan politik
dalam periode pemerintahan kedua ini [1] .
Hal tersebut dipaparkan pula oleh
Muhammad Ryan Sanjaya - Pengajar bidang ekonomi dan bisnis di Universitas
Gajah Mada yang menyebutkan bahwa komposisi kabinet baru Jokowi memiliki
kekuatan politik besar. Koalisi Indonesia Kerja di Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) saat ini memegang 61% suara (belum ditambah Gerindra). Artinya ada
dukungan politik yang kuat baik di kabinet maupun di DPR. Ditambahkan pula oleh
Juwita Hayyuning Prastiwi - Pengajar ilmu politik di Universitas Brawijaya
bahwa konsolidasi tokoh elite baik pejabat di legislatif maupun eksekutif
dalam pemerintahan Jokowi sangat tinggi. Mereka telah bersatu dalam gerbong
yang sama. Dengan bergabungnya Gerindra, maka komposisi dukungan kursi legislatif
untuk pemerintahan Jokowi adalah sebanyak 427 kursi dari total 575 kursi.
Berdasarkan jumlah ini, kebijakan-kebijakan yang akan dihasilkan bisa jadi
tidak mendapatkan masukan dan kritik yang memadai dari internal parlemen [1] .
Selain itu, berbeda dengan
periode pertama yang disebut Kabinet Kerja, pada kabinet terbaru Jokowi yang
bernama Kabinet Indonesia Maju ini tercatat ada sejumlah kementerian dengan
nomenklatur baru. Salah satu kementerian dengan nomenklatur baru, yaitu ada di
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin oleh
Luhut Binsar Panjaitan. Sebelumnya, kementerian yang dipimpin Luhut hanya
bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman.
Dengan adanya nomenklatur baru, kementerian tersebut juga akan bertugas
mengkoordinasikan berbagai hal yang berkaitan dengan investasi [2] .
Peningkatan investasi memang
menjadi salah satu target Jokowi dalam lima tahun ke depan. Luhut dan
jajarannya kerap membuka peluang investasi dari berbagai negara, termasuk
mengkaji berbagai potensi investasi China di Indonesia dalam Program Jalur
Sutera Modern atau Belt and Road Initiative. Menurut ekonom Universitas
Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, keputusan tersebut mengisyaratkan fokus
investasi ke depan akan lebih diarahkan untuk menopang sektor maritime [3] .
Nomenklatur baru dalam Kabinet
Indonesia Maju juga terlihat pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
yang dipimpin oleh Wishnutama Kusubandio. Kementerian ini merupakan peleburan
dari Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang ada pada
kabinet periode 2014-2019. Target dari kementrian baru ini yaitu Meningkatkan
devisa, meningkatkan jumlah wisatawan, dan meningkatkan kualitas per wisatawan.
Setelah dilantik, Wishnutama menyampaikan bergabungnya Ekonomi Kreatif ke
Kementerian Pariwisata dinilai membuat pariwisata akan jauh lebih menarik
karena ditopang kreativitas yang dimiliki Indonesia. Tak hanya fokus pada
promosi dan pembangunan infrastruktur, Wishnutama berpendapat, Indonesia bisa
menarik lebih banyak wisatawan dengan menyelenggarakan acara (event) [4] .
Lebih lanjut, nomenklatur baru
juga terlihat pada jabatan yang diemban Bambang Brodjonegoro. Bambang ditunjuk
Jokowi sebagai Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi
Nasional. Jabatan tersebut terhitung baru karena adanya Badan Riset dan Inovasi
Nasional yang sebagaimana sebelumnya menjadi janji kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin
ketika Pilpres 2019. Selain itu, kementerian yang dipegang Bambang tak lagi
mengurusi Pendidikan Tinggi sebagaimana pada periode 2014-2019. [2]
Sedangkan Pendidikan tinggi di
bawah kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang dipimpin Nadiem Makarim. Menurut
Rektor Universitas Lampung Prof Dr Ir Hasriadi Mat Akin, kembalinya Ditjen Pendidikan Tinggi dari
Kementerian Ristek ke Kemendikbud adalah kebijakan tepat yang diambil oleh
pemerintah. Hal tersebut dianggap meniadakan tumpang tindih dana riset dan
mengoptimalkan kinerja Lembaga tersebut. Meskipun dikti dan ristek dipisah
bukan berarti di perguruan tinggi tidak ada penelitian lagi, akan tetapi tugas
penelitian akan lebih dikencangkan, sebab motor penggerak dari riset yang
dilakukan ada di institusi tersebut. Hasriadi juga menambahkan bahwa pendidikan
dasar, menengah dan perguruan tinggi tidak boleh terputus sehingga menyebabkan
birokasi yang tidak selesai. Ia mengatakan, bahwa adanya perubahan birokasi ini
tentunya sudah sesuai evaluasi di mana sebelumnya tidak terjadi keseimbangan
antara anggaran yang dikeluarkan pemerintah dengan hasil riset yang dihasilkan [5] .
Meskipun telah dilantik, akan
tetapi sederet nama menteri mengundang kontroversi dari publik. Salah satu yang
dianggap publik sebagai sosok kontroversial adalah Fachrul Razi, yang dipilih
Jokowi sebagai Menteri Agama. Fachrul Razi dianggap kontroversi, lantaran background-nya
yang berasal dari militer dan tidak memiliki riwayat tergabung dalam basis
keagamaan. Ketua PBNU Robikin Emhas juga mengatakan pihaknya menerima protes
dari banyak kiai. Namun Jokowi memiliki alasan tersendiri untuk memilihnya.
Menurut Jokowi, Fachrul memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah radikalisme
Sosok-sosok lain yang juga
mengundang kontroversi dari publik yaitu Menteri Kesehatan, Terawan dan Mendagri,
Tito Karnavian. Kedua soosk tersebut menjadi kontroversial karena memiliki
jejak kasus hukum seperti Terawan yang pernah diberi sanksi pelanggaran etik
kedokteran dan Tito Karnavian diduga terlibat dalam kasus dokumen buku merah
terkait dugaan korupsi [6] . Jaksa Agung, ST
Burhanuddin pun menjadi kontroversi lantaran merupakan adik dari politisi
PDI-P TB Hasanuddin sehingga dianggap ada alasan kepentingan politik tertentu
sehubungan dengan pengangkatannya. UU KPK yang tercipta pada akhir periode
Jokowi-JK juga menyeret sosok Menkumham, Yasonna Laoly sebagai Menteri
kontroversial. Akan tetapi, Jokowi
menyebut, penugasan kembali Yasonna salah satu alasannya untuk memperbaiki RUU
yang dianggap bermasalah [7] .
Sebagaimana slogan dari kabinet
yang baru yang diharapkan mampu memajukan Indonesia, sederet persoalan yang belum tuntas dan
tertunaikan dibebankan pada sosok-sosok baru tersebut. Sebagai contoh utang
BPJS Kesehatan yang terus menunggak dan kenaikan premi yang menuai protes.
Berikutnya persoalan hukum, HAM, dan KPK yang berada di ujung tanduk. Ada pula
kasus karhutla, impor pangan, disintegrasi, keamanan, dan berbagai masalah
lainnya. Akan tetapi fakta menunjukkan
bahwa wujud politik oligarki antara penguasa, politisi parpol, dan pengusaha di
negeri ini sangat terasa pada pemilihan Menteri yang mengisi kabinet. Isu
radikalisme semakin digencarkan tanpa menyentuh akar masalah sebenarnya.
Sedangkan tumpuan ekonomi masih pada mengundang investasi asing.
Padahal yang sesungguhnya
dibutuhkan oleh Indonesia saat ini yaitu kebijakan kementrian yang berpihak
pada rakyat; berani melawan dominasi kapitalis Timur dan Barat; menolak segala
bentuk liberalisasi ekonomi yang membuat negeri ini seperti ayam mati di
lumbung padi. Sejatinya, keberanian
melawan ideologi kapitalismelah yang dibutuhkan negeri ini. Bukan hanya
mereformasi birokrasi, tapi juga merevolusi sistem yang melingkupi. Meski
menteri diganti jika sistemnya sama, tak banyak perubahan. Bila sistem
pemerintahannya tetap demokrasi, birokrasi tak akan bersih dari korupsi. Sebab
demokrasi sendiri membuka celah korupsi. Bila sistem ekonominya masih kapitalis
liberal, Indonesia maju hanya akan menjadi harapan semu. Penguasa kekayaan alam
dan ekonomi tetap menjadi milik kapitalis. Yang bermodal yang menguasai hajat
kehidupan.
Itulah prinsip kapitalis liberal.
Bila sistem sosial masyarakatnya masih menganut paham sekularisme, generasi
unggul dan berkualitas hanya berhenti di atas kertas. Bagaimana mungkin lahir
generasi mulia dan beradab, sementara agama dijauhkan dari kehidupan manusia?
Wajah Indonesia sepertinya tak
jauh beda dari sebelumnya. Bahkan bisa jadi lebih parah dari sebelumnya.
Pemilihan menteri dan wakil menteri tak lebih sekadar berbagi kepentingan dan
kue kekuasaan sebagai konsekuensi transaksi politik atas pemenangan pilpres
2019. Tak ada politik gratisan. Semua harus berbalas imbalan [8] .
Islam tidaklah melarang siapa pun
yang ingin berkuasa. Islam pun memandang wajar terjadinya pergolakan yang
menyertai proses-proses politik ke arah sana. Akan tetapi yang menjadi masalah
yaitu bagaimana cara kekuasaan itu didapat dan kerangka dalam meraih kekuasaan
tersebut. Dalam Islam, banyak kita temukan aturan-aturan yang jelas tentang
pemimpin dan kepemimpinan, terutama dalam hadis-hadis Rasulullah ï·º. Banyaknya
pembicaraan tentang pemimpin ini menjelaskan bahwa Islam juga mengatur masalah
politik dan pemerintahan, bukan sekedar masalah aqidah, ibadah, dan akhlak saja
[9] .
Jadi apakah Sistem Pemerintahan
Islam? sistem pemerintahan ini memiliki struktur dan aparat pemerintahan yang
jelas di mana Khalifah (penguasa) dipilih untuk mewakili rakyat dalam mengurus
urusan mereka oleh Syariah Islam. Sistem politik Islam memiliki sejumlah
prinsip utama; dua yang mendasar adalah legislasi ini berasal dari sumber ilahi
yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, Ijma para sahabat (konsensus dari para sahabat
Nabi) dan Qiyas (analogi).
Struktur pemerintahan Islam
mengamanatkan bahwa negara akan memiliki konstitusi tertulis yang mengatur
masyarakat dan oleh karena itu memungkinkan individu dan partai politik untuk
beroperasi dalam konstruksi konstitusional tersebut. Tentu saja konstitusi
Islam akan berbeda dengan konstitusi yang mendorong kapitalisme pasar bebas dan
liberalisme sosial. Namun, konstitusi itu, baik tertulis maupun tersirat, dalam
negara demokratis juga membatasi individu dan partai untuk memastikan bahwa
setiap orang beroperasi dalam aturan dan sistem politik yang sama. Sistem Islam
dalam pengertian ini tidak berbeda.
Di dalam sistem politik Islam,
para pemimpin diminta pertanggung jawabannya dan keputusan mereka tidak hanya
didorong – tapi itu wajib!
Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an:
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Terjemahan
QS Al-Imran: 104)
– artinya pada setiap saat, harus
ada kelompok-kelompok dalam umat yang meminta pertanggung jawaban para
penguasa. Kita juga tahu bahwa sejarah Islam memiliki catatan panjang tentang
pertanggung jawaban para penguasa, perdebatan, dan diskusi.
Seorang Arab Badui memasuki
markas Sulaiman Bin Abdul Maailk dan berkata: ‘Hai Amirul Mukminin, saya akan
berbicara kepada Anda dengan suatu cara maka bersabarlah, bahkan jika Anda
tidak menyukainya, karena di balik itu ada sesuatu yang Anda akan suka jika
Anda menerimanya ‘. Sulaiman Bin Abdul Maalik berkata: ‘Bicaralah’. Lalu orang
Badui itu berkata:
‘Wahai Pemimpin orang-orang
beriman, Anda telah dikelilingi oleh orang-orang yang telah membeli Dunia
dengan mengorbankan akhirat dan telah membeli kesenangan Anda dengan mengorbankan
kemarahan Rabb mereka, mereka lebih takut kepada Anda dari pada kepada Allah
SWT, mereka telah menghancurkan akhirat dan membangun Dunia dan mereka
memerangi akhirat dan berdamai dengan Dunia. Jadi jangan mempercayakan mereka
dengan apa yang Allah SWT telah percayakan kepada Anda karena mereka tidak akan
meninggalkan kepercayaan kecuali kerugian dan tidak akan menyelamatkan umat
yang tenggelam. Ini karena Anda bertanggung jawab atas kejahatan yang mereka
lakukan sementara mereka tidak bertanggung jawab atas kejahatan Anda. Jadi
jangan membuat Dunia dengan menghancurkan Akhirat Anda karena orang yang paling
tidak adil adalah orang yang menjual Akhiratnya untuk Dunia orang lain.
Sulaymaan berkata: ‘Sementara
untuk Anda, maka Anda telah membiarkan lidah Anda bebas berkata dan lebih tajam
dari pedang’. Dia menjawab: “Ya, Amirul Mukminin, tetapi buat Anda dan bukan
untuk melawan Anda”. Sulaymaan lalu bertanya: ‘Apakah Anda memiliki sesuatu
yang Anda inginkan untuk diri Anda sendiri dalam masalah ini?’ Dia menjawab:
‘Selain manfaat umum untuk semua orang saya tidak memiliki hal khusus yang saya
inginkan untuk diri saya sendiri’. Dia lalu berdiri dan pergi.
Sulaymaan kemudian berkata:
‘Kepada Allah SWT semua kemuliaan untuk orang-orang seperti ini. Betapa mulia
asalnya dan betapa murni hatinya, betapa tajam lidahnya dan betapa murni
niatnya dan betapa hebatnya ruhnya !! ”
Para pemimpin politik harus
mewakili kepentingan semua orang bukan hanya segelintir elit. Percampuran uang
dan politik Barat telah menyebabkan masalah besar yang menyebabkan korupsi,
degenerasi nilai-nilai masyarakat dan ketidakstabilan dalam perdamaian global
dan keamanan saat sumber daya dunia terus-menerus diperebutkan [10] .
Daftar
Pustaka
[1]
|
J.
Adiprasetio, J. H. Prastiwi and M. R. Sanjaya, "The Conversation,"
23 Oktober 2019. [Online]. Available:
http://theconversation.com/analisis-kabinet-indonesia-maju-jokowi-utamakan-stabilitas-politik-di-atas-segalanya-125716.
[Accessed 26 Oktober 2019].
|
[2]
|
D. J. B.
Bayu, "Katadata.co.id," 23 Oktober 2019. [Online]. Available: https://katadata.co.id/berita/2019/10/23/tiga-kementerian-baru-dalam-kabinet-jokowi-periode-kedua.
[Accessed 26 Oktober 2019].
|
[3]
|
S.
Primadhyta, "CNN Indonesia," 24 Oktober 2019. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191024073517-532-442399/membaca-maksud-jokowi-jadikan-luhut-komandan-investasi.
[Accessed 27 Oktober 2019].
|
[4]
|
N. Laoli
, "Kontan.co.id," 23 Oktober 2019. [Online]. Available:
https://nasional.kontan.co.id/news/jabat-menteri-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif-ini-target-wishnutama.
[Accessed 27 Oktober 2019].
|
[5]
|
Team
Medcom.id, "Medcom.id," 24 Oktober 2019. [Online]. Available:
https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/1bVy5DGN-pendidikan-tinggi-kembali-ke-kemendikbud-dinilai-tepat.
[Accessed 27 Oktober 2019].
|
[6]
|
F.
Nathaniel, "tirto.id," 24 Oktober 2019. [Online]. Available:
https://tirto.id/kontroversi-tiga-menteri-baru-jokowi-terawan-tito-zainudin-ekir.
[Accessed 27 Oktober 2019].
|
[7]
|
N. R.
Aida, "Kontan.id," 25 Oktober 2019. [Online]. Available:
https://nasional.kontan.co.id/news/inilah-7-menteri-baru-jokowi-mengundang-kontroversi-publik?page=all.
[Accessed 27 Oktober 2019].
|
[8]
|
C.
Jannah, "Muslimahnews," 26 Oktober 2019. [Online]. Available:
https://www.muslimahnews.com/2019/10/26/kabinet-baru-indonesia-maju/.
[Accessed 2019 Oktober 2019].
|
[9]
|
Z.
Ghazali , "Muslimah News ID," 27 Oktober 2019. [Online]. Available:
https://www.facebook.com/812692572241893/posts/1338763129634832/?substory_index=0.
[Accessed 28 Oktober 2019].
|
[10]
|
A. K.
Alhijazi, "Media Umat," 3 April 2018. [Online]. Available:
https://mediaumat.news/bagaimana-islam-memastikan-tata-kelola-negara-yang-baik/.
[Accessed 28 Oktober 2019].
|