Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi negeri merupakan salah satu MPK (Matakuliah Pengembangan Kepribadian). Diharapkan dengan adanya mata kuliah ini dapat memperbaiki moral penerus bangsa. Bangku kuliah diharapkan bukan hanya menjadi tempat untuk menimba ilmu duniawi tetapi juga menjadi tempat untuk menempa diri menjadi pribadi bermoral. Jadi ingat perumpamaan yang berbunyi:
“Dunia dan akhirat itu umpama rumput dan padi... Tanam padi rumput kan tumbuh jua tetapi tanam rumput padi tak kan tumbuh jua”.
Begitulah jua dunia dan akhirat. Kejar akhirat dunia akan dapat bersama. Kejar dunia, hanyalah dunia semata-semata. Yup, akhirat adalah abadi jika dibanding dunia...
Bisakah moral bangsa ini berubah? Kelanjutan dari bangsa ini, apakah akan lebih baik atau menuju gerbang kehancuran berada di tangan generasi penerusnya yaitu para PEMUDA. Termasuk saya, MAHASISWA. Lalu bagaimana matkul PAI ini dapat dikembangkan sebagai salah satu cara memperbaiki moral bangsa?
Sebenarnya bukan hanya di bangku kuliah saja, PAI diberikan. Sejak kanak-kanak sampai masa SMA pelajaran tentang agama sudah diberikan. Sebagai contoh tentang kewajiban sholat wajib. Umat Islam mana yang tidak tahu kalau sholat wajib mereka ada lima waktu, dan tentunya tidaklah sulit menyebutkan satu per satu sholat wajib tersebut. Tapi bagaimana praktiknya? Mengutip sindiran dari dosen saya kalau praktik dari sholat wajib tersebut bisa menjadi bervariasi. Ada yang menjadi 2 kali sehari, 1 kali seminggu (sholat jumat), atau bahkan 2 kali setahun (idul fitri dan idul adha). Memang mempelajari teori yang ada itu lebih mudah jika dibandingkan melakukan praktiknya. Kalu untuk teori tinggal baca saja bisa, tapi praktik?
Dosen saya bercerita bahwa beliau pernah kecewa pada salah satu mahasiswanya. Beliau pernah memberi nilai A pada mahasiswa itu karena di kelas dia adalah anak pandai yang mampu menguasai teori yang ada, tapi suatu ketika ternyata akhlak anak itu tidak lah sesempurna nilai A yang didapatnya. Ironi memang. Apa yang membuat praktik dari pendidikan agama yang sudah didapat sejak kecil begitu sulit dilakukan? Banyak faktor yang diungkapkan teman-teman saya, antara lain ngantuk, malas, tidak ada motivasi duniawi (coba kalau setiap selesai sholat di bawah sajaddah ada kepingan-kepingan emas, hahaha), dan pergaulan. Dan dari faktor-faktor yang disebutkan teman-teman saya tadi. Dosen saya memberitahu ada 3 faktor:
1. Syaithan
2. 2. Nafsu
3. 3. Orang-orang kafir
Ketiga hal itulah yang selama ini menghalang-halangi umat manusia menuju akhlakul karimah. Lalu bagaimana mengatasi ketiga faktor tersebut? Sayang, belum saya dapatkan jawaban yang memuaskan. Mungkin yang bisa dicoba hingga sekarang adalah mempraktikkan pendidikan agama yang sudah kita dapat semaksimal mungkin, dengan niat lillahi ta’ala.
Insya Allah, jika setiap pendidikan agama yang kita dapatkan dapat dipraktikkan dengan baik bangsa ini pun akan lebih membaik karena moral generasi penerusnya.